Cari Blog Ini

Kamis, 16 November 2017

Threesome : wawancanda B2W Semarang + Komselis + Tribun Jateng

Threesome : wawancanda B2W Semarang + Komselis + Tribun Jateng

Minggu 12 November, kita janjian dengan Rahmah, reporter Tribun Jateng. Tayux memilih Taman Pandanaran sebagai tempat kita bakal ngobrol bareng.

Aku dan Ranz (plus Kalis yang sedang pulang kampung) sampai di TamPand sekitar pukul 06.30. Tak lama kemudian muncul juga Tayux dan Da, disusul Yuniar yang mengajak duo jagoannya plus ditemani sang adik, yang jarang ngumpul bareng. Setelah itu Surya, Iin, Tedjohn, dan Mizan bergabung. Ngobrol-ngobrol sendiri kita karena Rahmah belum muncul. Avitt datang belakangan.

Menjelang pukul 08.00 barulah Rahmah datang. Berhubung sudah pada kelaparan, kita pindah lokasi ngobrol, setelah kita berfoto bersama, untuk dokumentasi.


Di satu warung soto tak jauh dari TB Merbabu, kita sarapan sambil ngobrol bareng.
Sebagai seseorang di ‘kerumunan’ ini yang paling lama berkecimpung di B2W Semarang, aku membuka obrolan dengan menceritakan sedikit kisah berdirinya Komselis. (Seharusnya cerita akan lebih lengkap jika ada om Tunggal, om Budenk, dan om Triyono.) B2W Semarang berdiri di bulan Juni 2008. Saat itu untuk pertama kali dalam hidupku aku melihat wujud sepeda lipat. Kebetulan om Budenk adalah orang pertama di B2W Semarang yang memiliki sepeda lipat; sebuah sepeda yang diyakini (waktu itu) hanya bisa dimiliki oleh orang-orang kaya karena harganya yang jutaan rupiah. (Sshhhttt ... sepeda lipat om Budenk waktu itu konon harganya 3 juta rupiah waktu itu, harga yang fantastis untuk membeli sepeda, di tahun 2008, apalagi buat seorang newbie sepertiku yang tahunya sepeda itu harganya murah, paling kitaran ratusan ribu rupiah doang.)

Tahun 2009, seingatku om Tunggal beli sepeda lipat baru. Mungkin setelah itu ada obrolan antara dia dan om Budenk untuk membentuk komunitas sepeda lipat di Semarang. Di acara ulang tahun Komselis yang ketiga di tahun 2012, om Tunggal memberi penghargaan khusus kepada om Budenk sebagai seorang pencetus ide membentuk komunitas sepeda lipat Semarang.

Keberadaan Komselis di kota Semarang merupakan ‘kepanjangan’ tangan dari B2W Semarang, yakni mengajak masyarakat kota Semarang bersepeda. B2W Semarang tentu lebih menitikberatkan penggunaan sepeda sebagai moda transportasi sehari-hari. Sedangkan Komselis mengajak warga Semarang untuk bersepeda. Untuk mengantisipasi ‘terrain’ kota Semarang yang berbukit-bukit, keberadaan sepeda lipat sangatlah membantu kelancaran bersepeda. Jika dirasa tak mampu lagi melanjutkan bersepeda, kita tinggal melipat sepeda yang kita naiki, dan naik kendaraan umum, entah bus atau angkot lain; atau telpon anggota keluarga untuk menjemput kita. J

Saya ingat kisah seorang kawan di tahun 2009. Namanya om Agus Setiawan. Dia tinggal di Pudak Payung. Hampir tiap hari dia bersepeda ke kantor. Berangkat sekitar pukul lima pagi, kantornya berada di daerah Kaligawe. FYI, Pudak Payung terletak di dataran tinggi, sehingga jika berangkat menuju Kaligawe, treknya kebanyakan berupa turunan. Pulangnya, om Agus menaiki sepeda lipatnya sampai di ujung Jalan MT Haryono, di depan Java Mall. Disana, dia akan naik bus sampai Pudak Payung.

Dalam wawancara, kembali Tayux mengungkapkan bahwa Komselis mengajak warga kota Semarang untuk bersepeda, baik sendiri-sendiri, berkelompok dengan grupnya masing-masing, maupun bersama kawan-kawan yang tergabung dalam Komselis, ketika mereka mengadakan event bersama. Yang paling penting adalah bersepeda, bukan sepedaan bersama kawan-kawan Komselis. Apa pun jenis sepeda (lipat)mu, apa pun komunitas yang kau ikuti, mari bersama menjaga bumi, dengan bersepeda.

Di luar obrolan yang kutulis di atas, Rahmah juga secara khusus mewawancarai Avitt (Rahmah kuberi keterangan bahwa Avitt adalah salah satu panitia termuda dalam event besar 7amselinas bulan September lalu) dan Iin yang dijuluki sebagai ‘menteri luar negeri’ Komselis; Iin cukup sering mengikuti event-event di luar kota Semarang, mewakili Komselis.

Apa yang ditulis oleh Rahmah tentang kita semua? Yuk, kita tunggu terbitnya koran Tribun Jateng yang memuat tentang Komselis.

LG 10.55 15/11/2017 

Bersama Austin, dolan ke Masjid Kapal

Bersama Austin, dolan ke Masjid Kapal

Setelah dua kali nyambangi masjid kapal yang terletak di daerah Palir (nama daerahnya, aku lupa) naik Cleopatra, aku kepingin mengunjunginya dengan naik Austin. Ini judulnya aku mulai ga pede apakah aku masih mampu nanjak naik sepeda lipat 20”. :D


Untuk mengisi perut agar bertenaga menapaki tanjakan sepanjang jalan selepas pertigaan pasar Jrakah, aku mampir beli burjo di Jalan WR Supratman. (burjonya enak, pas untuk seleraku. Sayangnya, karena jalan ini sedang diperbaiki, sekarang si penjual burjo pindah, entah kemana, dan aku belum berani pindah ke lain hati. LOL.) setelah itu, langsung tancap gas, eh, pedal ke arah Barat. Dari Kalibanteng menuju pertigaan Jrakah, jalan lumayan ‘bergelombang’, untuk pemanasan.

Setelah belok kiri selepas pasar Jrakah, trek mulai didominasi tanjakan, meski ada turunan juga. Alhamdulillah aku masih mampu melewati tanjakan BPI maupun Esperanza tanpa berhenti.

Aku sengaja tidak langsung belok kanan setelah bertemu jalan belok yang ada tulisan “VILLA LON JATEN”. Aku terus ke arah BSB, untuk memotret Austin di kawasan yang ditata indah itu. Aku juga sempat belok ke arah danau buatan milik perumahan BSB. Setahun yang lalu aku bersama beberapa kawan kesini, tapi ga menunggu lama, seorang satpam langsung menegur kita, dan meminta kita pergi. J namun, kali ini ga ada seorang satpam pun yang datang mengampiriku. Mungkin karena aku sendirian ya? J


Aku sempat memotret Austin dengan latar belakang danau dua kali. Setelah mengaplotnya ke sosmed, aku melanjutkan perjalanan, kembali ke arah semula aku datang. Aku mengambil jalur yang sama, ke jalan belokan menuju villa Lon Jaten. Jika terakhir kesini naik Cleopatra aku beberapa kali berhenti memotret Cleopatra dengan latar belakang ‘hutan’, kali ini aku terus saja. Tidak pake berhenti.

Aku lupa jam berapa sampai di masjid kapal. Tapi kulihat sudah ada satu dua warung yang buka. (Pertama kali kesini sekian bulan lalu, aku sampai sini belum ada jam 07.00 pagi, belum ada satu warung pun yang buka.) Aku tidak masuk ke masjid karena sudah pernah. Aku hanya memotret Austin dengan latar belakang masjid. (Ini hukumnya wajib! J untuk dokumentasi.)


Usai memotret Austin, aku mampir ke satu warung makan, beli es teh, dan pecel tanpa nasi. Semangkuk burjo yang kumakan sebelum berangkat, sudah menguap dalam perjalanan. LOL.

Sampai aku meninggalkan lokasi, kulihat area masjid kapal masih sepi. Mungkin karena bukan hari Minggu.

Aku kembali mengambil trek yang sama dengan sebelum ini, yakni begitu keluar dari area masjid, aku belok kanan. Mengikuti jalan yang ada, sampai di satu lokasi, belok kanan. Terus menyusuri jalanan yang ada, aku sampai ke satu perempatan, dimana ada petunjuk jalan. Jika lurus, kita akan sampai di kawasan Kedungpane, belok kanan Palir, belok kiri Mangkang. Terakhir kali lewat sini, aku memilih lurus. Kali ini, karena masih ingin dolan, lol, aku belok kiri, menuju Mangkang, tinggal siapin mental saja jika ternyata ketemu dengan tanjakan. Lol.


Jalannya lumayan sempit, meski masih bisa jika dua mobil berpapasan. Di kiri kanan hutan, yang berarti jalan ‘alternatif’ ini dibuat dengan memapras hutan. L meski trek sedikit ‘bergelombang’, kebanyakan trek turunan, bonus dari tanjakan sepanjang Jrakah menuju BSB.

Aku pun melewati jembatan yang di bawahnya sedang dibangun jalan tol yang menghubungkan Batang – Semarang. Wuiiiih.

Di ujung jalan, trek menyempit, dan ... aku muncul di samping pasar Mangkang. Ahhh ... dulu, ada seseorang yang ngompori aku untuk mencoba tanjakan Palir (aku sudah lupa siapa LOL), dengan belok ke jalan di samping pasar Mangkang. Namun, waktu itu, aku ragu-ragu, melihat jalan yang sangat sempit. Apalagi itu dekat pasar, sehingga penuh dengan orang-orang yang lalu lalang. Dan ... ternyata memang benar jalan itu! J

Dengan pede, aku belok kanan, menuju kota Semarang, meski aku kepengen memotret Austin dengan latar belakang tulisan KOTA SEMARANG. Setelah mengayuh pedal beberapa kilometer, aku ga menemukan tulisan itu, aku baru ngeh, aku salah. Seharusnya aku belok kiri waktu keluar dari jalan sempit itu. LOL.


Setelah mampir di satu pom bensin untuk ke toilet, aku kembali ke arah Barat, ketemu dengan tulisan KOTA SEMARANG, memotret Austin, dan ... lega. LOL.

Aku sempat mampir ke satu warung untuk minum es teh sambil menonton kendaraan2 yang lewat (segerombol polisi sedang mengadakan razia, tak jauh dari tempat aku duduk, entah razia apa, karena waktu itu belum saatnya OPERASI ZEBRA.)

Kalau tidak salah itu masih sekitar pukul 10.00, tapi panasnya terasa seperti sudah pukul 12.00. L

Setelah habis satu gelas es teh, dan puas menonton kendaraan yang lewat, aku kembali mengayuh pedal Austin, kembali ke arah kota.

Sepedaan sendirian, di bawah terik sinar matahari, dengan traffic yang padat, kita harus tabah. LOL.

Ketika melewati Jalan Tapak (sebelah kiri), aku ingat, aku ingin mampir kesini, tapi panasnya hawa siang itu, dengan mudah menyedot tenagaku. LOL. Akhirnya kuputuskan terus saja, langsung pulang. J


LG 14.54 15/11/2017 

Selasa, 14 November 2017

Gowes Menengok Tapak dan Candi Tugu

Kawasan mangrove yang terletak di Tapak - Jrakah telah menjadi salah satu tujuan kita gowes sejak beberapa tahun lalu, baik hanya aku dan Ranz, maupun bareng-bareng yang lain. (Kisah gowes narsis ke Tapak empat tahun lalu bisa dibaca di link ini.)

Sekian tahun berlalu. Awal November kemarin, akhirnya aku mengadakan acara bersepeda bareng di hari Minggu pagi kesana lagi karena ternyata oh ternyata, seorang Hesti belum tahu dimanakah lokasi mangrove Tapak itu. LOL. (Well, beberapa bulan terakhir ini aku semakin malas mengadakan migoreng a.k.a hari Minggu Pagi Gowes Bareng, malah seringnya sepedaan sendirian, gegara Ranz jarang ke Semarang. Ini bukan ngeles. LOL.)

Tanggal 5 November 2017 itu pun kita sepedaan tanpa Ranz, ga ada yang motretin kita. Om Budenk -- salah satu fotografer handal kita di event 7amselinas -- ikut, tapi beliau berangkat agak siang, sehingga menyusul. Well, mungkin bukan om Budenk yang kesiangan, kita aja yang berangkatnya kepagian. LOL.

Dan ... seperti yang kita lakukan empat tahun lalu, setelah bersepeda ke kawasan Tapak (berhubung sehari sebelumnya turun hujan yang cukup deras, kita ga sempat blusukan sampai ke dalam), kita mampir ke Candi Tugu dalam perjalanan pulang.

Catatan untuk Candi Tugu : lokasinya kian menyedihkan, dengan rumput ilalang yang tumbuh disana sini, nampaknya kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah kota Semarang. :(









Rabu, 01 November 2017

Segowangi 45

Penyelenggaraan segowangi di bulan Oktober 2017 ini berbeda dengan sgowangi di bulan Oktober tahun-tahun lalu. Biasanya aku stuck dengan tema halloween, kali ini aku menggunakan tema BERSEPEDA TUNGGAL IKA. Well, istilah ini bukan asli buatanku. Sekian tahun lalu beberapa kawan pesepeda dari B2W Kudus telah menggunakan istilah ini ketika membuat kaos bertema bike to work mereka. BERSEPEDA TUNGGAL IKA ... dengan makna naik sepeda dengan berbagai jenis sepeda yang kita miliki, tetap saja kita ngonthel bareng. :)

Segowangi ke-45 kita selenggarakan pada hari Jumat tanggal 27 Oktober 2017. Seperti biasa kita berkumpul di Balaikota, baru kemudian bersama-sama kita bersepeda keliling kota Semarang.

Hujan sempat cilukba dengan kita malam itu, sehingga bisa dipahami jika tidak begitu banyak kawan pesepeda yang datang.

Di ujung sepedaan, kita diajak mampir ke warung ayam geprek Om Tatang (kembarannya Om Leo) yang beralamat di Jalan Gajahmada no. 7 Semarang. :)